Monday, February 3, 2014

Perpindahan

Selalu ada banyak cerita tentang perpindahan. Dalam denotasinya, perpindahan bisa digambarkan sebagai kendaraan berroda yang dapat bergeser posisi, atau juga tempat tinggal yang akan terus berpindah. Cerita lainnya, hati manusia pun bisa berpindah, singgah dari satu hati ke hati yang lainnya, meninggalkan cerita lama dengan orang lain yang pernah disinggahi hatinya.

Dulu saya sempat berpikir bahwa perpindahan pasti akan menyebalkan, di mana kita harus kembali beradaptasi dengan lingkungan yang belum tentu akan lebih baik dari lingkungan sebelumnya. Beberapa bulan setelahnya, saya sempat mengetikan buah pikiran saya di sebuah jejaring sosial, kurang lebih seperti ini, "Karena perpindahan tidak selalu menyebalkan." Iya, tapi itu beberapa bulan yang lalu. Hari ini saya kembali mempertanyakan hal itu. Apa iya tidak selalu menyebalkan?

Dalam rentang waktu 1 bulan ini, di kantor kecil saya sudah 4 orang mencabut kewajiban bekerjanya sendiri di kantor kecil milik bos kami. Alasannya pun beragam, bisa karena memang memiliki masalah dengan atasan, bisa mungkin karena tidak sreg dengan kantor ini, atau mungkin saja ada tawaran pekerjaan lain dengan gaji yang menggiurkan. Saya tidak tahu pasti apa alasannya, karena dari 4 orang tersebut, hanya 1 yang meminta izin untuk berpindah --- mungkin ke tempat yang lebih baik. Bagaimana dengan yang lainnya? Ya, mereka hilang begitu saja, tanpa memberikan kabar kepada kami semua hingga kami hanya bisa bertanya-tanya sendiri kepada hati kecil kami, mengapa mereka berpindah dan tanpa mengucapkan selamat tinggal?

Sungguh saya pun masih asing dengan pemandangan seperti ini. Saya ingat betul di saat hari pertama saya magang di kantor advertising dulu, seorang asing yang diduga sempat menjadi copywriter di sana berjabat tangan, memberi pelukan hangat, dan mengucapkan selamat tinggal ke setiap pekerja di sana. Teman-teman yang ditinggalkannya pun juga tak kuasa untuk membendung rasa sedihnya, sedih kehilangan satu keluarganya untuk berpindah ke tempat yang lebih baik. Kehangatan itu pun terasa hingga sudah waktunya saya mencabut kewajiban saya sebagai anak magang 3 bulanan di sana. 2 lusin donat ternama saya bawa di hari terakhir saya mengabdi di kantor advertising tersebut. Semua berkumpul di ruang tengah, memberikan evaluasi terakhir untuk saya, dan juga tak lupa, sebuah hadiah yang dibungkus dengan kertas kado batik itu pun ada di atas meja, untuk saya. Di jam-jam terakhir saya menginjakkan kaki di sana pun saya tak lupa kembali memberikan jabatan tangan terkuat dan terhangat untuk keluarga 3 bulan tersebut. Mereka juga masih memberi saya wejangan-wejangan, supaya ketika saya lulus dan bekerja, saya bisa memperbaiki setiap kekurangan pada diri saya. Sedihnya pakai banget di kala itu. Melihat sekeliling, mengingat tidak akan ada lagi rutinitas untuk kembali bolak-balik ke sana.

Kesan mengenai hari terakhir di kantor magang dulu sungguh membekaskan cerita yang mendalam di hati saya. Tetapi kenapa hari ini, kenapa di lingkungan baru ini, saya tidak bisa menemukan hal itu? Kenapa mereka pergi tanpa pamit, tanpa mengucap selamat tinggal? Apa iya, hal ini terjadi karena tidak adanya ikatan batin yang terjadi pada satu sama lain? Apa iya, yang ada di pikiran mereka, "Kalau saya pergi juga nggak akan ada yang kehilangan..."? Lalu bagaimana jika suatu kali nanti saya yang harus berpindah?

Entah, saya hanya bisa menelan ludah.