Thursday, December 12, 2013

Saya mau jadi anak ahensi.

Saya bingung, kenapa semenjak saya masih duduk di bangku kuliah, saya sangat mengincar untuk kerja di ahensi (agensi periklanan). Ketika beberapa teman-teman saya, baik dari jurusan yang sama ataupun jurusan lain mengincar untuk bekerja menjadi PNS atau di BUMN, ketika yang lainnya ingin masuk ke tempat besar seperti Kompas, atau pergi ke majalah, saya tidak mengikuti euforia tersebut. Padahal saya tahu, sepanjang saya menjadi anak magang di ahensi, kehidupan di ahensi itu nggak jauh dari kata zombie. Pergi pagi, pulang pagi. Kerjaan pun sering tak terkontrol. Dimana kita jadi client service, ya se-24 jam yang kita miliki itu buat memberikan service ke klien. Mereka minta deadline malam ini, ya malam itu kita harus selesaikan juga. Saya ingat betul masa-masa saya melotot karena terlampau kaget ketika mendengar newsletter katalog salah satu bank yang penuh dengan angka dan gambar (tiap bulannya harus diganti, kak!) sangat kecil itu harus selesai dalam satu hari. Padahal belum masukin gambarnya, ngepathnya (menghilangkan background dan kemudian backgroundnya menjadi transparan), mindahin kata-kata dari tabel klien ke newsletternya, eh revisinya apalagi. Waktu itu saya masih jadi anak magang, jadi saya masih bisa berlega hati karena saya hanya bertugas sebagai 'pembantu' para art director yang mengalami kesusahan. Tapi sekarang? Apa iya saya akan terus-terusan terjebak dalam kenyamanan anak magang?

Btw sejujurnya saya udah kerja. Udah dari November-ceria-milik-kita-bersama saya punya occupation baru. Bukan anak magang lagi, bukan freelancer lagi, tapi saya udah jadi graphic designer di salah satu event organizer. Kalo ditanya nyaman, saya akan jawab nyaman, lengkap dengan bangetnya. Seumur-umur saya nggak pernah ngerasain kenyamanan seperti ini. Saya nggak terjebak dengan kegilaan jalanan Jakarta yang terkenal macetnya hingga ke ujung dunia, iya, saya naik kereta, cuma 5 MENIT dari stasiun dekat rumah karena hanya cukup melewati 3 stasiun saja. Dari stasiun ke kantor saya hanya butuh jalan kaki sekitar 10-15 menitan. Itu kalo saya lagi pelit. Terkadang kalo saya lagi sok kaya, saya naik kendaraan umum dan butuh waktu cukup 5 menit. Gimana dengan makanannya? Saya bawa bekal dari rumah. Porsi makan pagi dan makan siang saya bawa semua ke kantor. Jajan? Itu cuma ada kalo saya laper banget dan kekurangan porsi perbekalan. Saya nggak bisa ngebayangin kalo ongkos kereta masih 8000, pasti saya nggak akan naik kereta dan memilih moda transportasi lain dan menelan pahit-pahit kemacetan Jakarta. Oh ya, bagaimana dengan pekerjaan di kantor saya? Saya nggak menemukan overload-to-do-list di sini. Alhamdulillah saya malah bisa mencari uang tambahan dari keisengan saya mengikuti situs crowdsourcing dalam hal desain mendesain. Maka nikmat Tuhan manakah yang kamu dustakan?

Tapi... iya, masih ada kata tapi. Manusia emang nggak pernah punya rasa puas. Udah dikasih enak, masih aja mau yang lebih lagi. Oke, balik ke topik. Tapi jiwa saya yang menggebu-gebu ingin menjadi bagian dari kreatif di advertising agency terus meronta-ronta. Saya menganggap masuk ahensi itu tantangan dan kecil kemungkinan kalo desain saya akan downgrade. Di sana banyak orang-orang hebat dengan skill yang oke punya, karena bukan orang sembarang yang bisa berhasil 'nyemplung' ke dalam dunia ahensi. Mindset yang ditanamkan oleh salah satu senior saya di kantor magang iklan dulu itu telah sangat tertanam di pikiran saya dan itu cukup dalam. Mbak Raina pernah bilang, "Soalnya kalo di sini (di kantor magang saya) bisa belajar semuanya. Bisa pegang proyek desain dalam bentuk apapun." sambil menggoyang-goyangkan tangannya. Portfolionya memang cukup beragam di kantor magang saya dulu. Bahkan dapat dikatakan fleksibel untuk jenjang karir setelah keluar dari sana.

Saya nggak nemuin ini di sini (event organizer). Saya nggak tau apa saya yang terlalu cepat mengambil kesimpulan apa enggak, tapi sejauh ini saya merasa di sini ya semuanya senada. Setiap ada proyek, pasti desain yang dibuat ya itu lagi itu lagi, nggak jauh dari poster, stage, invitation, kostum, backdrop, photo booth, sama paling konsep acaranya. Kalo saya terlalu lama di sini, saya takut kemampuan desain saya akan menjadi nggak berkembang. Dan hal paling terparno yang saya pikirkan adalah ketika interview berikutnya ditanya, "Kamu ngerjain apa aja disana? | Loh dalam waktu selama itu, kamu cuma ngerjain itu aja?" Duh.. keparnoan saya emang keterlaluan ya, padahal umur saya masih 20, masih ada banyak waktu untuk bereksplorasi, tapi kenapa saya maunya semua serba cepat dan as-soon-as-possible? Belum lagi saya kan masih kuliah ekstensi yang waktu kuliahnya seperti kelas karyawan, di hari Jumat malam dan Sabtu aja. Belum lagi skripsinya, kejar-kejaran sama dosen pembimbing.

Ada kalanya dalam hidup kita harus memilih, yang manakah yang harus didahulukan, ego atau realistis? Ikuti impian sekarang juga atau mengalah sebentar saja?

Saya pasti berkembang. Dalam waktu 8-9 bulan lagi, terima saya menjadi bagian dalam tim kalian, ya, kakak-kakak ahensi.

Bismillah.

Rizkitysha,
Calon Art Director.
15/12/2013.

Saturday, August 31, 2013

After Graduated

Di malam ini, tiba-tiba kuteringat pada slide yang telah kubuat pada saat semester 3. Saat itu tugas kami adalah membuat presentasi mengenai goals kami setelah lulus dari kampus perjuangan kami. Waktu itu dosenku bilang, kami semua harus percaya kalau satu persatu goals tersebut akan tercapai, dengan niat juga tentunya. Dengan penuh semangat dan tekad yang bulat, aku membuat presentasi tersebut.

Waktu terus bergulir. Tak terasa sudah dua tahun lalu aku membuat life goals tersebut. Hingga aku lupa mengenai isi presentasi tersebut. Namun jika diingat lebih jauh, ternyata satu persatu goals dalam hidupku akhirnya tercapai. Lulus sidang di usia 19 tahun udah masuk ke dalam daftar checklist. Cumlaude? Yeah, beruntungnya aku tidak terdaftar ke dalam mahasiswa jurusan yang sulit dapat nilai cumlaude. Tapi sungguh, predikat cumlaude tidak terlalu penting untuk mahasiswi lulusan desain grafis seperti aku ini. Ya jurusan kamu, kamu, dan kamu, asal universitas dan nilai IPK itu hal yang paling penting kan jika untuk melamar pekerjaan. Tapi jurusanku? HAHA terima kasih sama sama, agensi kreatif sama sekali tak membutuhkan latar pendidikan seperti itu. Terlebih dahulu mereka melihat hasil kerja kami, para lulusan desain grafis, sebelum memutuskan untuk menginterview kami. Terdengarnya curang, ya. Tapi ini justru fair, ketika bukan nilai yang dipertaruhkan, tapi kemampuanmu sendiri :)

Sebagai lulusan diploma yang baru saja berumur 20 tahun, ini sulit. Aku diharuskan untuk bertarung mendapatkan pekerjaan dengan orang-orang yang lebih senior. Sungguh, ini jauh sekali lebih sulit daripada mendapatkan sekolah negeri. Logikanya, namanya senior, portofolionya lebih banyak, dong. Lah ini fresh graduated, kasarnya, bisa apa, sih? Kenapa harus ambil yang fresh graduated kalo ada yang lebih kompeten?

Besok udah ganti bulan. Aku lulus sudah dari akhir Juli. Yaaa ternyata sudah sekitar sebulan aku seperti orang yang nggak punya occupation (kalo kata Friendster, situs terkeren di eranya). Ngeapply sana sini, nggak ada yang dipanggil. Padahal aku nggak cuma ngeapply ke ahensi kelas atas lho, tapi juga ada yang biasa-biasa aja. Nggak ngerti kenapa kok nggak ada panggilan. Apa portofolioku terlalu nista hingga mereka enggan untuk menolehnya? I dunno.

Salah satu teman di kampus seberang bercerita jika dia baru saja diterima magang di kantor incaranku sejak aku masih menjadi mahasiswa tingkat 2. Iri? Tentu saja. Meskipun hanya magang, dia bisa mencicipi rasanya bekerja di ahensi worldwide. Dan tahu apa? CV miliknya yang berhasil lolos di ahensi tersebut adalah CV hasil layout buatanku. Whew! Hasil karyaku dipertunjukkan disana dan lolos, lho... meskipun bukan dengan namaku :')

Waktu tahu temanku itu bisa berhasil lolos ke ahensi tersebut, kucoba untuk melihat sisi positifnya sampai kuabadikan lho di twitter. Kurang lebih twitnya begini, "Rejeki nggak akan salah alamat."

N U NO WAT, as I said before, rejeki-nggak-akan-salah-alamat itu terrealisasi padaku di waktu yang tepat. Masih berhubungan dengan twitter, siapa yang nyangka kalo hanya dengan mention, "Hai mbak, sini mahasiswi desain grafis. Baru aja lulus :3", akan ada keberuntungan yang berpihak padaku. Secara tiba-tiba, aku diminta datang ke kantor si mbak yang kumention itu tepat setelah twit itu dilayangkan. Lho, yang mention banyak lho, terus kenapa aku? I dunno, that's my luck. And another surprised, gedung kantor yang harus kudatangi sore itu adalah gedung yang sama dengan perusahaan yang pernah kukirimkan CV + portofolio sebelumnya. Dan ternyata mereka selantai. SATU LANTAI, hanya berbeda pintu. Ohmeeennnnn. Haruskah sesempit itu?

Singkat cerita, sudah dua minggu ini aku bekerja sebagai freelance graphic designer di kantor ini, MEC Indonesia, sebuah perusahaan yang bergerak pada bisnis media buying & media planning. Iseng googling, ketemu artikel dari wikipedia, ternyata kantor ini jauh dari kalimat kantor yang biasa-biasa aja. Potongan kalimatnya, "...is the world’s largest advertising media company in terms of billings". Ya, artiin sendiri lah maksudnya apa. Kantor ini pun juga berpartner sama advertising agency multinasional yang juga menjadi incaranku sejak lama. Hmm..

Bersyukur? Banget. Iri? Itu telah berlalu, kan. Biarpun hanya seorang freelancer, tapi aku bersyukuuuur banget. Siapa juga yang pernah nyangka kalo anak ingusan seperti aku bakal nyicipin meja kerja ahensi multinasional, meskipun hal ini terjadi karena lagi lagi, ada faktor luck yang tinggi. Dan jika diflashback ke presentasi semester 3 tersebut, tau nggak apa pekerjaan impian aku tepat setelah lulus kuliah? Jadi freelancer! Akhirnya hal ini terwujud setelah banyak angan lainnya melintas di pikiranku.

Untuk menjadikan goals dalam hidup ini pada sebuah kenyataan itu butuh proses. Ibarat bayi, nggak ada bayi yang langsung bisa berjalan, pasti merangkak dulu. Begitupun hidup kita. Pencapaian itu tidak datang secara bersamaan, melainkan satu persatu.

Aku nulis postingan ini nggak ada maksud sombong. Just for sharing, kok. Intinya, jangan takut bermimpi setinggi-tingginya. Kalo ada tekad yang bulat dan itu memang baik bagimu, Tuhan akan buka pintu rezekimu selebar-lebarnya. Dan jangan lupa, rezeki nggak akan salah alamat ;)

CHECKED!

Saturday, March 2, 2013

Ini Ceritaku, Tentang Jogja!



Kembali ke kota asalku, bukan lagi bersama keluarga melainkan bersama teman-teman seperjuangan benar-benar memberikan warna baru. Hal-hal yang semula hanya berupa ekspektasi untuk pergi bersama-sama dengan teman-teman seperjuangan dan satu visi denganku, terutama keluarga kecilku, ya kami, Degaduh (Desain Grafis A 2010), setelah adanya lampu hijau dari orangtuaku, kesempatan ini tidak akan kusia-siakan. Yang akan menjadi pendamping kami di dalam bis selama menuju kampung halamanku dan pulang dari kampung halamanku ialah Pak Eko Pranoto dan Pak Mamin Saputra. Selain itu di dalam bis kami juga ada mahasiswa dari grafika A pagi.

Pagi itu, 11 Februari 2013. Yang kuingat, semalamnya aku menghabiskan waktu untuk bergadang hingga tengah malam. Hingga saat berangkat menuju Depok dengan menaiki kereta commuter line yang pada pagi itu masih amat sepi, pikiranku nyaris kosong. Ya karena kurang tidur. Di pikiranku, toh nantinya bisa tidur kan? Lama lagi.

Tetapi ekspektasi bodoh tersebut sirna ketika aku mendapatkan teman duduk yaitu Nisfi. Tingkahnya sesama tolol sepertiku. Banyolan yang kukeluarkan lantas saja membuat kami terus terjaga sepanjang perjalanan. Ditambah lagi video dangdut yang ditampilkan oleh pak kondektur, dimana di videonya ditampilkan talent-talent yang posenya menggelikan, dan itu seakan minta diledek! Sungguh, video tersebut menjadi pokok ide bahan tertawaan kami. Padahal di kala itu, satu bis kami sudah pada terlelap dan hanyut di dalam mimpi masing-masing. Buat yang lagunya kami tertawakan, maaf ya. Temanku di jurusan lain yang sudah pernah melakukan studek pernah berkata kalau yang biasanya tidak mabuk saat perjalanan bisa saja mabuk, ya seperti dia itu. Agak merasa tertantang pas dia bilang begitu, masa sih aku akan mabuk? Selemah itu kamu, Lit?

Memang dasar ya kalau masuk ke dalam bisnya sudah terlambat, pasti dapat duduknya juga akan yang sisaan. Jreeng! Tinggal di depan tempat duduk kosongnya. Tidak sisa sih, hanya saja Rizka yang menyuruhku duduk di depannya. Dan aku baru tahu, kalau duduk di depan itu akan mengurangi potensi untuk mabuk karena dekat dengan kaca depan. Berarti aku tak akan jadi lemah kan? Tak perlu minum antimo-antimo-an kan? Hehe.

Perjalanan jauhku bersama keluargaku dengan mobil pribadi sebelum-sebelumnya terasa amat memuakan. Duduk bersama barang-barang, dengan jalanan yang berliku-liku, dengan tempat duduk sekecil itu, dan dengan jarak tempuh yang lama seakan menjadi kiamat kecil yang membuatku ngeri jika membayangkan perjalanan studek kali ini. Lima jam perjalanan pertama, aku masih menikmati perjalanan tersebut. Aku nikmati pemandangan alam.. ya termasuk juga, berbagai media publikasi dari para calon gubernur Jawa Barat. Ini sisi uniknya. Ketika telah keluar dari kota Jakarta, terasa sekali perbedaan kulturnya. Masa iya, ada kafe dan tempat karaoke beberapa rumah sekali? Dan tempat karaokenya hanya berupa rumah sangat sederhana, beda sama di Jakarta yang didesain semaksimal mungkin untuk menarik perhatian pengunjung, dan jaraknya agak saling berjauhan. Aku sama Nisfi sudah berpikir yang aneh-aneh. Pasti di tempat tersebut ada plus-plusnya. Hahaha.

Terus, sepanjang jalan di Jawa Barat itu, aku sulit sekali menemukan media promosi yang 'eye-catching'. Mungkin karena lagi melewati daerah perkampungan kali, ya? Sekalinya ada digital printing, rasanya mau murkai si pemiliknya. Kalau kata anak sekarang, "Ih alay banget sih.". Secara, desainnya itu pakai warna yang kontras dan tak enak dilihat. Padahal aku sudah berharap banyak pada digital printing tersebut, tapi ya sudahlah. Biarpun kukata media promosinya kurang 'eye catching', tapi ada hal kecil namun besar yang menarik perhatianku, apalagi kalau bukan banner-banner kecil yang dipasang di tiang-tiang sepanjang jalan. Banner bergambar tiap kandidat gubernur Jawa Barat menghiasi jalanan Jawa Barat yang amat panjang itu. Desainnya pun beragam, ada yang menurutku 'nggak banget', ada juga yang sudah sesuai standar desain yang sering kutemui di Jakarta. Pikirku, mungkin mereka tidak meminta bantuan desain sama desainer grafis.

Ketika tiba waktunya tengah hari, kami beristirahat di sebuah tempat makan yang bernama Pringsewu! Lho, ini bukannya ada dimana-mana ya? Saat kupergi ke Solo dulu dengan jalur darat, banyak petunjuk-petunjuk tentang Pringsewu berapa meter lagi. Tapi ketika sudah sampai di meter yang ditunjukan, aku tidak melihat apa-apa. Mungkin waktu itu sedang tidak beruntung. Dan akhirnya sekarang rasa penasaranku terjawab. Akhirnya makan di Pringsewu. Menu makanan kami kala itu prasmanan. Ekspektasiku itu, makan prasmanan sama dengan bisa ambil porsi seenaknya, seperti di hotel bintang lima, dan menunya pun beragam. Ternyata tidak! Menu yang ditawarkan telah disesuaikan dengan budget kami dan untuk menu ayam sudah dibatasi oleh pelayan.

Ada yang unik dari Pringsewu. Pihak rumah makan ternyata sudah mensiasati cara penjualan mereka dengan menspesialkan para pengunjung yang berulang tahun di bulan itu. Kala itu bulan Februari, sehingga Ela dan Nisfi mendapatkan sebuah kejutan ulang tahun yaitu permainan orkes angklung bermusikan 'Happy Birthday' yang lantas saja menarik perhatian kami semua. Selain itu, mereka mendapatkan menu tambahan yaitu jus buah sebagai tanda hadiah ulang tahun.

Setelah melakukan ishoma di Pringsewu, kami melanjutkan perjalanan. Mulanya aku ingin melanjutkan tidurku yang tertunda, namun ketika telah keluar dari wilayah Jawa Barat dan menuju Jawa Tengah, suasana horor pun menghantui. Tunggu dulu, tidak ada kuntilanak atau pocong atau tuyul atau segala setan yang menjadi mitos negeri ini, hapus semua pikiran tersebut. Hujan yang lebat, saat menengok ke kiri atau kanan pun yang terlihat adalah sawah-sawah, dan ketika melihat ke depan.. Ups! Ini sensasinya keluar kota melalui jalur darat! Jalan-jalannya berlubang. Lubangnya tidak sekadar lubang, tapi dalam, dalam, dan cukup dalam. Aku yang notabenenya duduk di atas ban dan di dekat jendela ini merasakan kalau degupan jantungku terasa lebih cepat. Bayanganku sudah amat mengerikan. Dimana ketika pak supir tidak bisa menghindari lubang-lubang tersebut dan bis kami jatuh ke area sawah. Hii, naudzubillahibindzalik! Pikiran parnoku terus menghantui dan akhirnya aku memutuskan untuk menidurkan tempat dudukku ke belakang. Ternyata Yunita yang duduk di belakangku juga sama takutnya denganku.

Alhamdulillah menjelang maghrib, kami berhasil melewati jalan-jalan menyeramkan itu. Ada yang seru dari perjalanan studek kali ini. Di dalam bis, ternyata panitia telah menyiapkan kuis yang ada doorprizenya untuk kami. Untuk mendapatkan hadiah tersebut, kami harus mengikuti kuis gombal-gombalan. Kuis ini dimulai dari anak laki-laki yang menggombali anak perempuannya. Kudengar seru sekali permainan itu, maka aku memutuskan untuk turut serta dalam permainan tersebut. Iseng-iseng untuk melatih kemampuan bermain kata dan juga wawasan. Seusaiku menggombali salah satu anak kelasku, keriuhan terdengar dari tiap sudut di bis kami. Mereka nampak bahagia dan aku terus berpikir, "Tadi aku ngomong apa...".

Singkat cerita, permainan tersebut berakhir ketika kami tiba di Pringsewu cabang lainnya untuk melakukan shalat maghrib dan makan malam. Seusai makan, kami melanjutkan kembali perjalanan menuju kota Jogjakarta. Suasana sudah sangat gelap dan kucoba untuk tertidur. Namun tetap, tidurku tak akan pernah lelap sebelum kami tiba di Edu Hostel, tempat kami menginap selama di Jogja. Mamaku terus saja mengirimiku pesan singkat untuk mengetahui dimana letak keberadaanku. Hingga akhirnya kami tiba di Edu Hostel pukul 23:30 dan segera kukabari mamaku. Akhirnya mamaku memutuskan untuk tidur. Tumben sekali, padahal biasanya beliau sudah tidur sedari pukul 20:00, namun karena ingin terus berkabar denganku, beliau menunda tidurnya untuk hari itu. Manis ya.

Sesampainya di hostel, aku segera bergegas ke kamar bersama wanita-wanita cantik ini. Aku sekamar dengan Rizka, Yunita, Nisfi, dan Ayudhia. Hostel ini benar-benar hostel yang cocok untuk para backpacker dan mahasiswa. Jreng! Tempat tidurnya bertingkat! Aku tak kuat lagi kalau harus berpindah tidur ke kasur atas. Selain karena sudah lelah, aku yang culun ini tidak berani untuk memanjat ke atas. Mamaku juga berpesan untuk tidak tidur di kasur atas. Untungnya ada yang mau mengalah untuk tidur di atas hihi. Memang dasar gadis, kalau disatukan ke dalam satu kamar, pasti tak akan langsung tidur. Ada saja cerita-cerita menjelang tidur. Belum lagi grup whatsapp kelasku yang masih saja bersiul. Ketika kutanya kamar lain, mereka pukul 1 pagi sudah terlelap, tapi kamar kami, jam 2 pagi saja belum semua terlelap. Padahal kami harus menyimpan amunisi untuk esok hari.

Hari kedua, 12 Februari 2013. Benar saja, aku yang baru saja tidur pukul setengah tiga pagi langsung merasa kaget ketika pukul lima lewatnya harus sudah kembali bangun. Aku yang tidak terlelap di dalam bis dan hanya memiliki tiga jam untuk tidur di hostel jadi hanya memiliki sedikit pasokan energi. Benar kata orang, kalau kurang tidur pasti bawaannya akan cepat emosi. Hal itupun terjadi padaku. Aku menjadi lebih sensitif. Sudah kuperingati teman-temanku, kalau hari itu aku sangat sensitif, itu akibat kurangnya istirahat.

Destinasi pertama kami.. Yuk mari ke UGD! Apa itu UGD? Ini Unit Gawat Dagadu! Letaknya di jalan Ikip PGRI no. 50 Sonopakis, Jogjakarta. Nama Dagadu bukan lagi nama yang asing di telingaku. Seingatku Dagadu ialah yang desain kaosnya selalu dilengkapi dengan kata-kata nyeleneh. Tapi ternyata tidak terlalu nyeleneh. Yang sangat nyeleneh itu adalah Joger dari Bali.

Kami datang pagi sekali, sekitar jam sembilan kurang kami sudah tiba disana. Jadilah kami menunggu setengah jam untuk diberikan arahan mengenai Dagadu. Dari kaca luar, UGD terlihat eyecatching dengan desainnya yang kekinian, baik desain kaosnya maupun desain tokonya. Jam setengah sepuluh, kami diizinkan masuk dan mengunjungi setiap sudut UGD. Ternyata setiap ruangan UGD yang saling berhubungan ini memiliki tema yang berbeda-beda antara satu ruangan dengan ruangan yang lainnya. Misalnya saja, ruangan pertama bernama Hiruk Pikuk, dimana kaos dan barang lain yang dijual di ruangan itu lebih mengedepankan tempat-tempat wisata di Jogja. Ruangan kedua namanya.. aku lupa namanya. Yang kuingat di ruangan ini dicat hitam dan putih dan kaos yang dijual bertuliskan tulisan-tulisan deskripsi suatu hal. Ternyata hal-hal tersebut diilhami dari konsep jadul. Maka itu suasananya dibuat seperti itu. Dagadu tidak melulu menjual kaos. Banyak barang-barang lucu lainnya yang dikemas dengan kemasan yang menarik. Misalnya saja bakpia mini yang dikemas di dalam sebuah kardus kotak warna warni seperti dadu. Ini benar-benar menarik perhatian pengunjung dan aku hampir saja membelinya. Namun niat itu kuurungkan karena aku menemukan barang-barang yang lebih lucu yaitu kartu remi versi Dagadu. Dahulu, aku sempat ingin membuat kartu remi dengan desain yang akan kubuat sendiri dan ingin kuberikan kepada tempatku melakukan praktik industri dahulu. Tetapi karena waktu yang tak memungkinkan, aku tidak jadi membuat desain kartu tersebut. Dengan pembelian kartu remi versi Dagadu, kuharap aku bisa mendapatkan inspirasi desain. Hampir semua barang yang dijual di Dagadu adalah barang-barang yang berhubungan dengan kota Jogjakarta. Saat berjalan-jalan kesini, aku seakan sedang mengakhiri pameran tugas akhir desain grafis. Semua terkonsep dan penuh desain.

Ruangan lainnya, Ruang Narsis. Ruang ini merupakan ruangan yang paling kuingat. Ada becak, latar merah yang menarik, rambu-rambu, dan tak lupa, logo Dagadu. Selain karena letaknya yang ada di depan, ruangan ini memang dikhususkan kepada orang-orang yang suka berfoto-foto. Oleh karena itu, pihak Dagadu menyediakan fasilitas untuk berfoto-foto. Selain itu ini juga cara yang ditempuh Dagadu untuk mempromosikan merk Dagadu secara tidak langsung.

Dagadu memiliki lokasi penjualan lainnya, yaitu Posyandu (Pos Pelayanan Dagadu) yang terletak di Malioboro Mall dan Alun-Alun Utara Yogyakarta, UGD yang sedang kami kunjungi, dan DPRD (Djawatan Pelajanan Resmi Dagadu) di dalam Ambarukmo Plaza.

Seusai kunjungan kami ke Unit Gawat Dagadu, kami bersiap menuju salah satu kampus seni terkenal di Indonesia, yaitu Institut Seni Indonesia. Kami melakukan kunjungan kesana setelah waktunya shalat Dzuhur. Kami makan siang di dalam bis dan shalat di masjid ISI. Suasananya terlihat sepi. Jarang aktivitas yang ditemukan disini. Ternyata hal ini disebabkan oleh masih liburnya mahasiswa ISI. Pantas saja.

Kami begitu mencolok dengan almamater kami tercinta yang berwarna kuning itu. Beberapa mahasiswa ISI yang berada di kampus terus saja melihat ke arah kami. Kami beralih ke dalam kampus Disain Komunikasi Visual. Disana kami disambut oleh ketua jurusan DKV dan dipersilakan masuk ke dalam aula. Sebelum masuk ke dalam aula, aku tercengang dengan interior kampus ini. Biasa sih, masih lebih bagus TGPku, lebih bersih TGPku. Namun yang membuat kutercengang adalah... ini yang benar-benar kampus desain! Kutemukan di bawah tangga lantai 2 menuju lantai 1 lukisan-lukisan mahasiswa ISI. Belum lagi di temboknya. Nyeni banget, istilahnya. Tembok-tembok secara tidak langsung berbicara kalau ini memanglah kampus seni, memang harus begini, agar tidak terlihat seperti kampus mati. Setelah masuk ke dalam aula, kami dijelaskan mengenai sejarah ISI, portfolio mahasiswa ISI, dan segala hal yang menyangkut tentang ISI. Karena teman-temanku meminta untuk ditampilkan karya tugas akhir yang telah dibuat oleh mahasiswa ISI pada tahun sebelumnya, sang kajur memperlihatkan karya yang telah diminta. Namun ternyata diluar ekspektasi. Kalau yang diinginkan oleh teman-teman ialah karya print-adnya, yang diperlihatkan sang kajur ialah hasil animasi dan video. Meskipun namanya sama-sama tugas akhir, namun ternyata ada perbedaan antara tugas akhir milik D3 dan S1. Mahasiswa S1 dibebaskan untuk memilih print-ad atau animasi sebagai tugas akhir mereka. Menurutku, karya animasi mereka dapat diacungi jempol. Selain itu, saya yakin mereka akan dengan mudah dapat pekerjaan setelah lulus dari kampus karena karyanya yang baik.

Setelah melakukan negosiasi, akhirnya kami dibawa ke lantai 2 untuk melihat pameran print-ad mahasiswa ISI dari tingkat berapapun. Inilah yang disebut pembelajaran, tak semua karya yang ditampilkan dapat langsung membuatku tercengang. Entah kenapa dari dulu aku berpikir kalau kampusku yang masih berakreditasi B akan punya karya paling parah, tapi ternyata setelah kunjungan ini, aku baru memahami yang namanya proses. Toh sebelum kampus lain melakukan pameran tugas akhirnya di luar kampus, tidak mungkin hasil desainnya langsung serta merta sebagus itu. Karya-karya yang ditampilkan di lantai 2 beragam. Saat masuk ke lantai 2, aku sudah dibombardir dengan banner-banner yang berisi suatu campaign. Dan setelah masuk ke dalam ruangan, ada banyak karya yang ditampilkan. Mulai dari nirmana trimatra, gambar manual, buku yang telah disertai dengan ilustrasi, berbagai poster, dan lain-lain.

Kunjungan Industri ke ISI pun selesai. Rencana berikutnya seharusnya berkunjung ke panti asuhan. Namun karena waktu dan cuaca yang tidak memungkinkan, kami dikembalikan lagi ke hostel. Sepanjang perjalanan pulang, aku dan Nisfi membicarakan tentang tema tugas akhir yang akan kami ambil nantinya. Setiap membicarakan tugas akhir, mukaku akan pucat pasi dan kepalaku akan terasa pening. Tugas akhir menjadi salah satu kalimat termenyeramkan di akhir-akhir ini. Sesampainya di hostel, kami sudah dapat beristirahat lagi di kamar dan akan keluar lagi untuk city tour ke Malioboro pada pukul setengah 7 malam. Ini adalah salah satu jadwal yang kutunggu-tunggu karena ini waktunya menikmati kota Jogjakarta.

Diluar dugaan, ternyata hujan dari sore itu tidak kunjung berhenti. Hal ini akan menambah kesenduan kota Jogjakarta, ditambah lagi kami harus melintasi jalanan panjang Malioboro. Kami melintasi jalanan Malioboro dengan berpayung-payungan ria. Malioboro edisi pertama ini menjadi masa Degaduh berpencar. Beberapa kelompok Degaduh terbagi disini. Mereka sibuk masing-masing dengan buah tangan yang akan dibawanya ke Jakarta nanti. Suasana Malioboro kala itu sangat ramai. Padahal hari itu ialah hari Rabu, dimana hari tersebut merupakan hari kerja. Bagaimana kabarnya hari Sabtu dan Minggu? Mungkin Malioboro lumpuh total, ya. Disini, aku tidak belanja banyak. Disamping karena suasana begitu ramai hingga aku takkan fokus berbelanja, aku juga masih berpikir-pikir untuk belanja banyak. Dan ternyata ketika aku kembali ke bis dengan belanjaanku yang mini itu, anak-anak lain berbelanja banyak. B-A-N-Y-A-K! Lagi, ekspektasiku salah lagi. Aku langsung merasa menyesal dan terpuruk. Hiperbola.

Bulan pun berganti mentari. Sebelum menuju destinasi pertama di hari ketiga, 13 Februari 2013, kami menyempatkan diri terlebih dahulu untuk berkunjung ke gerai Bakpia Pathok 25. Jaraknya tidak terlalu jauh dari hostel. Disana kami membeli oleh-oleh orang terkasih yang telah menunggu kami di Jakarta. Aku hanya membeli tiga kotak bakpia. Dua kotak bakpia rasa keju dan satu lagi rasa kumbu hitam. Mamaku memang meminta untuk dibelikan bakpia rasa kumbu hitam. Dan aku baru saja tahu kalau kumbu hitam ialah kacang merah. Harganya pun lebih mahal daripada rasa lainnya. Sebenarnya harga per kotaknya sama saja, yaitu dua puluh lima ribu rupiah, hanya saja untuk sekotak bakpia rasa kumbu hitam, isinya lebih sedikit.

Seusai berbelanja di gerai Bakpia Pathok 25, kami melanjutkan perjalanan ke Kelompok Batik Tulis Giriloyo di wilayah Imogiri, Jogjakarta. Perjalanannya cukup jauh, melintasi persawahan dan perladangan. Untuk kunjungan yang satu ini, semua jurusan di TGP dijadikan satu kunjungan. Hal ini untuk mempererat persaudaraan antara desain grafis, teknik grafika, dan penerbitan. Sudah cukup siang kami tiba disana. Tempat kelompok batik tulis ini cukup nyaman dan asri karena terletak di desa dan berupa saung-saung kecil, dimana di saung tersebut merupakan tempat ibu-ibu untuk mengerjakan karya batik tulisnya. Harga batik tulis tentunya akan lebih mahal dari batik cap, karena batik cap tidak membutuhkan banyak waktu untuk pengerjaannya. Kelompok Batik Tulis Giriloyo hanya mengerjakan batik tulis.

Sebelum membatik, terlebih dahulu kami diberi pengarahan. Kami melukis batik dengan canting dan juga lilin (malam) di atas sebuah kain putih. Lukisan mengikuti pola yang telah digambar dengan menggunakan pensil. Seringkali kumenghancurkan hasil karya batik yang telah kubuat hari itu dengan tidak rapinya mencanting dengan malam. Padahal dulu aku pernah pergi ke museum batik pada saat SMA dan juga diajari tentang cara membatik. Ini memalukan.

Setelah pola yang sudah ditimpa dengan malam selesai, kain akan dicuci oleh ibu-ibu dari kelompok batik tulis ini. Ini untuk menghilangkan malam yang terlalu tebal. Setelah itu, kain diwarnai dengan pewarna tekstil. Caranya dengan merendam kain tersebut ke dalam air bercampur pewarna tekstil yang telah disiapkan. Pada proses tersebut, lama kelamaan malam yang tadi telah dioleskan akan hilang. Proses pewarnaan kain selesai, saatnya penjemuran. Ketika sudah kering, jadilah kain batik pertama kami, Margin 2010.

Saksi bisu kebersamaan kami berikutnya ialah Candi Prambanan. Sudah turun tetesan-tetesan air dari langit. Yang awalnya pelan-pelan, lama-lama menjadi lebih lebat. Ya, itulah hujan. Kami berhujan-hujanan, satu angkatan, satu basah, semua basah. Ini salah satu momen yang kusuka, ketika kita semua di dalam satu bingkai, Margin 2010, dibawah langit yang gulita, di depan candi peninggalan yang terdahulu, dan tanpa ada salah satu prodi yang tertinggal seperti biasa-biasanya.

Hal lainnya yang tidak akan terlupa dari Prambanan ialah harganya yang jauh lebih murah daripada Malioboro. Disini akhirnya aku bisa melampiaskan dendam belanjaku yang kemarin. Dengan waktu yang singkat dan harga yang lebih bersahabat dengan kantong, aku bisa mendapatkan beberapa item, setidaknya untuk orang-orang satu rumahku.

"Masih seperti dulu, Tiap sudut menyapaku bersahabat, Penuh selaksa makna..." Sebuah potongan tembang dari Kla Project bukan lagi sebagai omong kosong. Memang begitu kenyataannya. Sepanjang jalan Malioboro, para tukang becak menyapa kami yang terlihat jalan bergerombol. Kalau tidak salah mereka bilang, "Bakpia, Dagadu, Keraton, lima ribu." Bahkan ada yang menawarkan hanya dengan tiga ribu rupiah. Hah? Tiga ribu? Bagaimana bisa? Bahkan di Jakarta, sulit sekali kutemukan tukang bajaj yang rela ditawar hingga lima ribu rupiah. Lha ini, belum ditawar saja sudah berani menawarkan sampai sebegitu rendahnya. Persaingan rezeki sebagai tukang becak di Malioboro memang sangat ketat. Sepanjang jalan ada becak. Sesekali delman mendahului jalan kami. Aku adalah orang yang berpikir, bagaimana bisa dia menawarkan serendah itu? Bukannya harga makanan di Jogja hampir sama dengan Jakarta?

Beralih dari pembicaraan becak, di akhir jalan-jalanku ke Jogja bersama Degaduh itu aku ingin sekali menghabiskan waktu bersama anak-anak kelasku. Aku tidak ingin terpisah kembali seperti kemarinnya. Aku ingin membiarkanku berjalan dengan langkah yang sama bersama mereka, di depan hingar bingar Malioboro, berjalan melewati genangan air yang menggenangi jalanan, dan di bawah lampu kota yang temaram. Santap malam di angkringan, meneguk kopi yang telah dicampur dengan arang, duduk di trotoar beralaskan tikar sambil bersenda gurau akan menjadi momen kenangan yang tak akan pernah terlupa di masa kuliah diplomaku, di kota asalku. Ya sebelum kami semua sibuk sendiri-sendiri dengan masa depan kami masing-masing..

Perjalanan pulang dari Malioboro menuju Jakarta pun juga menjadi sebuah perjalanan yang dapat dirindukan. Kami tiba di bis terlebih dahulu kemudian kami melanjutkan kembali permainan UNO yang terpaksa tertunda karena datangnya liquid-liquid dari langit. Peraturan main UNO terbodoh hanya kudapatkan di dalam Degaduh. Tidak boleh terlihatnya gigi dan tidak boleh adanya pertanyaan dalam permainan menambah riuh suasana permainan kami. Belum lagi hukuman bagi yang kalah untuk tetap berdiri sampai permainan selesai. Padahal sulit sekali lho untuk tetap berdiri stabil di dalam bis yang sedang berada di jalan yang penuh liukan. Hal konyol lainnya adalah ketika pukul setengah 3 pagi anak laki-laki memaksakan diri untuk menonton bola melalui hp Adit yang ada antenanya, tapi karena kami benar-benar sedang melintasi pedesaan, maka siaran itu benar-benar hilang dan akhirnya mereka memutuskan untuk tertidur kembali.

Begitulah ceritaku tentang Jogja, kampung halamanku. Kami melesat di bumi Depok dengan sempurna pada pukul 14:30. Tak ada sesal yang kurasa sepulang studek. Terima kasih Degaduh, terima kasih Margin 2010, terima kasih TGP :)

Jakarta, 2 Maret 2013
Talita Leoni Rizkitysha

Monday, February 18, 2013

GombalGembel

Sudah beberapa bulan terakhir ini saya punya hobi baru. Hobi yang biasanya dikerjakan oleh kaum Adam dalam merayu kaum Hawa, yaitu gombal. Kalo kata KBBI sih gombal itu artinya omong kosong atau omongan yang tidak benar. Tapi gombal itu nggak selalu-selalu-selalu buat omong kosong, terkadang beneran kok, cuma kata 'hahaha' selalu diletakan setelahnya. Di realitanya, kalo mau liat yang gombalannya beneran tulus dan nggak dibuat-buat itu.... ya liat aja sorotan matanya. Mata nggak bisa boong, kan? :)

Tiap orang punya cara yang berbeda dalam menghadapi serangan gombalan. Selama saya menjalani hobi ini, beragam respon saya terima. Mulai dari ngegombalin balik, kegirangan, malu-malu, salah tingkah, atau malah pahitnya, langsung bilang, "Najis.". But never mind! Respon orang memang berbeda, tapi selama masih ada yang terhibur, kenapa harus memikirkan yang 'keganggu'? :)

Tujuan gombal apa sih? Ya cuma untuk bercanda aja kok. Buat mencairkan suasana yang udah kaku kayak kanebo kering. Inspirasi gombal pertama kali itu didapat dari lawakan, "Bapak kamu....." yang biasa kita lihat di salah satu televisi swasta. Sungguh, menurut saya orang yang suka menggombal itu pintar lho, asalkan gombalan mereka nggak mengandung SARA atau nyerempet-nyerempet ke fisik. Orang yang suka bercanda dengan melemparkan gombalan-gombalan itu bisaaa aja merangkai kata-kata dalam waktu yang sangat cepat, spontanitas tanpa skrip! Terlebih kalau yang mendengar bercandaannya itu bisa tertawa, karena emang lucu dan berbobot. Kasih nilai plus plus deh!

Kalo saya udah skakmat karena nggak bisa gombalin balik, biasanya kata yang sering saya keluarkan itu, "Aaaa ga kuat :')". Setidaknya kalimat itu masih lebih bikin orang yang ngegombalin merasa dihargai dibanding, "Terus gue harus bilang wooow, getttoooh?". Aduh pelis itu abegeh banget. Pernah tau kan rasanya pengen ngelelepin orang ke dasar laut? :))

Yuk, jangan cemberut terus. Angkat kedua ujung mulutnya ke atas. Senyum!

Saturday, February 2, 2013

The Pra-Internship Story

Nampaknya sudah cukup lama aku tidak mengetikan huruf demi huruf, kata demi kata, hingga membentuk kalimat-kalimat yang bahkan aku tak tahu itu puitis atau hanya sekedar kalimat curhatan ecek-ecek yang kuposting dalam catatan harian online ini. Postingan terakhir terkirim pada bulan Juni tahun 2012 dan sekarang tahun pun telah berubah menjadi 2013. Bukan bermaksud sok sibuk, namun untuk mengumpulkan mood untuk mengisi catatan harian online itu sulit. Kalo bahasanya anak gaul, skip deh.

Selama renggang waktu Juni 2012 hingga sekarang, Januari 2013, aku disibukan dengan kesibukan berbeda dengan postinganku sebelumnya. Seperti yang telah kita ketahui, mahasiswa D3 memiliki jangka waktu kuliah yang lebih pendek daripada mahasiswa S1, jadi ketika mahasiswa S1 punya masa semester 5 yang duduk manis dengan tenang di bangku perkuliahan, mahasiswa D3 (khususnya jurusanku) sudah mulai disibukan dengan kegiatan PI (Praktik Industri). Kalo yang lainnya (mayoritas) pas liburan semester 4 (Juni 2012) lagi menikmati masa liburannya, tak akan kuulangi perbuatan bodohku dengan membuang-buang waktu di rumah seperti liburan-liburan sebelumnya.

Magang! Biar bagaimanapun caranya, aku harus magang di liburan semester 4. Singkat cerita, aku coba untuk magang di sebuah agensi desain di kawasan Kebon Baru, Jakarta Selatan. Satu bulan kuhabiskan waktu disana bersama Nisfi, teman sekelasku. Saat kami magang berdua disana, kami selalu sibuk dengan cerita kami, hingga kami lupa untuk bersosialisasi dengan orang lain disana. Kupikir hal ini terjadi karena kami disini magang berdua, oleh karena itu, di magang-magang berikutnya kami akan berpisah, sendiri-sendiri, agar kami berkembang.

Seselesainya magang di agensi tersebut, aku disibukan dengan aktivitas Sosjur (Sosialisasi Jurusan). Disana aku yang sebenarnya belum begitu dewasa pura-pura menjadi Komdis (Komisi Disiplin), dimana tugas komdis adalah menegur kesalahan-kesalahan para mahasiswa baru saat ospek. Seru lho, pasang tampak terjutek terus sambil melotot hihihi.

Sosjur selesai, masuklah kuliah semester 5 yang hanya satu bulanan itu. Sekitar bulan Oktober aku sudah mengikuti masa UAS disaat yang lainnya masih UTS. Pelajaran tiga mata kuliah di semester 5 dipadatkan menjadi setengah semester saja. Setelah itu waktunya praktik industri. Disaat masa kuliah semester 5, aku merasa jiwaku sudah tidak lagi di kampus. Hanya praktik industri yang ada di pikiranku. Mempelajari hal baru, masuk ke agensi periklanan, itu impianku, banget! Kuliah semester 5 seakan hanya lewat begitu saja. Setiap harinya aku mencari agensi mana yang akan dengan rela menampung anak magang. Mempercantik CV, mengumpulkan dan merapikan portfolio, semua sudah kustrategikan sebelum yang lainnya memikirkan hal ini. Di otakku hanyalah, "Pokoknya tanggal 1 November harus udah mulai magang, gimanapun caranya. Nggak boleh telat. Harus sampai 3 bulan."

Telepon sana sini serta menyebar CV dan portfolio ke beberapa agensi periklanan sudah menjadi mainanku sedari awal Oktober. Delapan nama agensi kukirimkan, namun hingga H-2 minggu tak ada yang kunjung memanggilku untuk diinterview. Belum lagi ketika mendengar beberapa temanku yang baru mengirimkan CV kemudian esoknya langsung dipanggil interview. Kacau balau pikiranku. Tak ingat lagi sudah berapa mililiter air mata yang menetes dari mataku. Terus kuberpikir, mengapa sesulit ini? Apa portfolioku sungguh tidak menarik perhatian agensi-agensi tersebut? Dosa besar apa yang telah kuperbuat hingga sefatal ini?

Hari itu, Senin 15 Oktober 2012, aku bercerita kepada kedua orangtuaku. Hingga kumeminta didoakan oleh mamaku. Mama bilang kalau tanpa kuminta juga beliau pasti akan selalu mendoakan. Semakin mengalir deras ketika ibunda berkata seperti itu. Dan papa bilang, "Coba, kamu udah amal belum? Kalo kamu belum amal juga doa mama bakal macet di kamu". DEG! Jadi kapan ya terakhir kuberamal?

16 Oktober 2012, pagi itu aku merenung lagi. Di kereta ekonomi tujuan Bogor, seorang tua renta lewat didepanku. Aku tidak ingat betul bagaimana bentuk orang tersebut, yang jelas aku ingat kata papa, jangan lupa beramal. Hap! Kumasukan uang recehku ke dalam kantongnya. Kalau tidak salah, yang meminta ialah bapak-bapak tua (yang maaf, cacat) yang membagikan tabel seperti amplop untuk pembangunan masjid, dan ketika telah ada yang beramal, dia akan mendoakan kita. Aku tak terlalu memikirkan hal itu kemudian.

Jarum jam terus bergulir. Siang harinya aku bergegas pergi ke rumah eyang untuk membantunya membereskan proyek bukunya. Ingat betul waktu itu kereta ekonomi jam 1. Kereta yang lumayan penuh penumpangnya. Kemudian ketika sudah di Pasar Minggu, aku mendapatkan tempat duduk, kulihat hpku terus bergetar. Kupikir panggilan interview, ternyata teman sekelasku.

Siang itu panas amat terik. Untuk pergi ke rumah eyangku, aku membutuhkan waktu sekitar setengah jam untuk menunggu Kopaja. Tidak ada pohon rindang untuk berlindung, karena di stasiun Tebet sangat penuh dengan tukang ojek. Seturunnya dari Kopaja, aku harus berjalan lagi menuju rumah eyangku. Sungguh terasa cobaan hari itu.

Sesampainya di rumah eyang, aku meminjam telepon untuk menghubungi agensi yang terakhir sekali kukirimkan CVku dengan maksud melaporkan kalau CV telah kukirimkan. Baru saja tersambung dengan HRD, tiba-tiba hpku memberikan notifikasi kalau ada panggilan dari nomor yang tidak kusimpan di hpku. Sontak bingung memegang dua telepon dalam satu waktu, maka kumeminta izin untuk mematikan telepon dengan HRD tersebut.

Dan hey! Ketika kuangkat, ini nomor telepon dari salah satu agensi yang benar-benar kufollow up, salah satu agensi yang kuletakan harapan. Ternyata apaaaa? Ini panggilan interview! Kenapa aku? Kenapa aku yang dipanggil? Padahal pada 15 Oktober 2012, dikatakan bahwa cukup banyak yang mengirim CV kesini dan kuota anak magang yang dibutuhkan hanya 1. Ketika mendengar kalimat tersebut, aku langsung mundur dan bergegas mencari agensi lainnya. Dan pada 16 Oktober 2012, Talita Leoni Rizkitysha berhasil dipanggil interview. Baru diinterview lho padahal. Masih ada saingan empat orang lagi untuk mendapatkan dua posisi magang lho padahal. Tapi gimana ya.. Langsung diijabah gitu doanya. The Power of Amal itu yang kayak begini, ya? :')

Singkat cerita, interview berlangsung di hari Jumat, 20 Oktober 2012. Untuk menuju agensi satu ini, butuh waktu untuk tersasar. Ketika tiba disini, terserah deh mau dibilang norak apa gimana, tapi-kantor-ini-keren-banget-pake-T. Interiornya bener-bener beda dari agensi tempat magangku sebelumnya. Ada kolam renangnya. Penuh dengan kaca-kaca. iMac semua. Wuiiiih. Fix norak.
Interview berlangsung di Virtual Room. Ah terlalu banyak ekspektasi, virtual room bukan seperti ruang angkasa. Di dalam sana sudah menunggu dua lelaki yang akan menjadi interviewerku. Nggak ada tampang Indonesia sama sekali. Yang satu agak kebule-bulean bermata sipit, yang satu lagi terlihat seperti benar-benar turunan Tionghoa. Wow. Nama mereka ialah Jhon dan Eric. Makin malu-maluin deh aku ini, udah bawa printilan portfolio seukuran A3 dibungkus plastik dan tas parasut yang bisa dilipat, yang bahkan sebelum berangkat dibilang sama dosenku seperti mau jualan. Dikritik habis-habisan sama dosenku. Minder semakin-makin.
Ada beberapa pertanyaan yang mereka ajukan padaku. Dan salah satu hal bodoh yang aku tanya pas disuruh mengajukan pertanyaan pada interviewer itu aku nanya, "Ini angkutan yang lewat sini apa aja ya?" Bener, ini bener-bener pertanyaan yang nggak kece. Ketahuan ngeteng. Segala menjelaskan sejarah kampusku, Politeknik Negeri Jakarta, lagi. Itu bener-bener nggak penting. Pertanyaan-pertanyaan bodohku ini membuat hari libur weekendku menjadi galau, dimana seperti yang dijanjikan, pengumuman interview itu hari Seninnya, 22 Oktober 2012. Kenapa sebodoh itu sih sampai menjelaskan asal-usul PNJ, memang mereka peduli? -_-

Hari pertama UAS, Senin, 22 Oktober 2012, saat selesai UAS. Di kala itu, aku sedang story telling dengan teman-teman sekelasku tentang segala kebodohanku saat interview. Mereka mengelilingiku dan menyarankan untuk tetap memperhatikan ponselku. Baru aja diberi kritikan itu, hpku berbunyi. Aku segera ke pojok kelas, mundur dari hadapan teman-temanku, dan mengangkat telepon tersebut. Kabar baik, aku lolos interview. Muka yang tadinya tegang menjadi sedikit lebih tenang. Another problems, pas ditanya, "Kamu bisa nggak kalau harus pegang proyek dan pulangnya jadi agak lebih malem?". D I L E M A.