Sunday, November 17, 2019

Hai temanku yang tidak kumention namanya

Hai temanku yang tidak kumention namanya,
Ketika mayoritas orang memaknai sukses dengan mengukurnya melalui materi, kamu mendefinisikan sukses jika kamu dapat memberikan dampak yang signifikan untuk warga di daerah terpencil di negeri ini.

Hai temanku yang tidak kumention namanya,
Terima kasih ya. Setelah bertemu denganmu di hari itu, aku jadi berpikir ulang mengenai purpose hidupku. Terima kasih banyak karena telah menganjurkanku untuk merenungi hal itu.

Hai temanku yang tidak kumention namanya,
Kuharap kamu tidak turn off ketika mendengar aku yang bingung, tidak mengetahui apa yang ingin dicapai dalam hidup. Sungguh, aku pernah menyusun mimpiku, tetapi di detik ini aku memilih untuk tidak bermimpi, karena aku takut, ketika mimpi kita seberbeda itu, akhir cerita kita akan seperti ending di film La La Land.

Hai temanku yang tidak kumention namanya,
Terlepas dari basa-basi atau tidaknya ucapanmu saat itu, masihkah kamu memiliki keinginan untuk membimbingku? Almarhum Bapak Habibie pernah bilang, ia rela berubah untuk menjadi the best version of himself yang almarhum Ibu Ainun inginkan dan vice versa. Jika masih, aku bersedia kok untuk kamu bimbing, dan kemudian berubah menjadi manusia yang lebih baik versimu. Asalkan logis tentunya.

Hai temanku yang tidak kumention namanya,
Tenanglah, aku tidak se-absent minded itu akan tujuan hidupku. Aku selalu ingin menjadi manusia yang dapat menginspirasi dan bermanfaat untuk orang lain. Lima paragraf yang jumlahnya sama dengan tanggal ulang tahun kamu (dan aku) ini cukup menjadi teaser untuk pertemuan kita selanjutnya. Mari kita singgahi lagi bangku kosong sisi jendela kafe di sudut-sudut kota ini dan melanjutkan cerita tentang mimpi-mimpi kamu, aku, atau malah... kita?

Dari aku,
Yang tidak sekali dua kali memention namamu,
Di dalam doaku.

No comments: